Bahá’u’lláh mengajarkan berbagai prinsip dan konsepsi rohani yang diperlukan umat manusia agar perdamaian dunia yang diidamkan dapat tercapai. Dia meletakkan tiga pilar utama kesatuan yakni, keesaan Tuhan, kesatuan sumber surgawi dari semua agama, dan kesatuan umat manusia. Sebuah konsepsi “kesatuan dalam keanekaragaman”.
KEESAAN TUHAN
Bahá’u’lláh mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan Yang Maha Agung, yakni Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengirim para Utusan Tuhan untuk membimbing manusia. Oleh karena itu, semua agama yang bersumber dari satu Tuhan ini, haruslah menunjukkan rasa saling menghormati, mencintai, dan niat baik antara satu dengan yang lain.
“Utusan-utusan Ilahi telah diturunkan, dan Kitab-kitab mereka diwahyukan, dengan maksud untuk meningkatkan pengetahuan tentang Tuhan, serta menegakkan persatuan dan persahabatan di antara manusia.” — Bahá’u’lláh
KESATUAN SUMBER SURGAWI DARI SEMUA AGAMA
Tuhan bersifat tidak terbatas, tak terhingga dan Maha Kuasa. Hakikat Tuhan tidak dapat dipahami, dan manusia tidak bisa memahami realita Keilahian-Nya. Oleh karena itu, Tuhan telah memilih untuk membuat Diri-Nya dikenal manusia melalui para Utusan Tuhan, diantaranya Ibrahim, Musa, Krishna, Zoroaster, Budha, Isa, Muhammad, Sang Báb dan Bahá’u’lláh. Para Utusan Tuhan yang suci itu bagaikan cermin yang memantulkan sifat-sifat dan kesempurnaan Tuhan yang satu.
“Asas-asas dan hukum-hukkum semua agama, sistem-sistem-Nya yang teguh dan agung, berasal dari satu sumber dan merupakan sinar-sinar dari satu cahaya”— Bahá’u’lláh
KESATUAN UMAT MANUSIA
Bahá’u’lláh menyatakan bahwa semua manusia adalah satu dan setara dihadapan Tuhan dan mereka harus diperlakukan dengan baik, harus saling menghargai dan menghormati. Bahá’u’lláh mengajarkan bahwa semua orang adalah anggota dari satu keluarga manusia yang tunggal, yang justru diperkaya karena kebhinekaannya.
“Orang-orang yang dianugerahi dengan keikhlasan dan iman, seharusnya bergaul dengan semua kaum dan bangsa di dunia dengan perasaan gembira dan hati yang cemerlang, oleh karena bergaul dengan semua orang telah memajukan dan akan terus memajukan persatuan dan kerukunan, yang pada gilirannya akan membantu memelihara ketenteraman di dunia serta memperbarui bangsa-bangsa.” — Bahá’u’lláh
Beberapa ajaran Bahá’u’lláh lainnya yang berporos pada ketiga pilar kesatuan:
Penghilangan segala bentuk prasangka: agama, ras, kebangsaan, dan kelas sosial
Bahá’u’lláh mengajarkan untuk menghapuskan perselisihan dan pertengkaran. Bahwa semua peperangan yang telah terjadi di masa lalu, segala pertumpahan darah, disebabkan karena prasangka baik prasangka kebangsaan, ras, politik maupun keagamaan. Selama orang-orang masih berpegang pada prasangka, kita tidak akan mendapatkan perdamaian di bumi ini. Oleh karena itu, segala bentuk prasangka harus dihapuskan.
Masyarakat Bahá‘i percaya bahwa semua jenis prasangka dapat dihilangkan melalui proses pendidikan yang memberikan keleluasan pencarian kebenaran secara mandiri, tanpa paksaan dan tekanan.
“Berusahalah pagi dan malam agar permusuhan dan pertikaian bisa sirna dari kalbu-kalbu manusia, agar semua agama menjadi rukun kembali dan semua bangsa mencintai satu sama lain sehingga prasangka agama, ras dan politik tak tersisa lagi dan alam insani memandang Tuhan sebagai permulaan dan akhir segala keberadaan. Tuhan telah menciptakan semua, dan semua kembali kepada-Nya. Oleh karena itu, cintailah umat manusia dengan sepenuh hati dan jiwamu” – `Abdu’l-Bahá
Pencarian Kebenaran Secara Mandiri
“WAHAI PUTRA ROH!
Di dalam pandangan-Ku, keadilanlah yang teramat Kucintai; janganlah berpaling darinya jika engkau menginginkan Daku, dan janganlah mengabaikannya agar Aku percaya padamu. Dengan pertolongannya engkau akan melihat dengan matamu sendiri, bukan dengan mata orang lain, dan engkau akan mengetahui melalui pengetahuanmu sendiri, bukan melalui pengetahuan orang lain. Pertimbangkanlah hal ini dalam hatimu, bagaimana engkau seharusnya. Sesungguhnya, keadilan adalah pemberian-Ku dan tanda kasih sayang-Ku kepadamu. Maka letakkanlah keadilan di depan matamu.” – Baha’u’llah
Setiap manusia telah dibekali oleh Sang Pencipta dengan instrumen-instrumen yang diperlukan untuk dapat menentukan jalan kebenarannya secara independen. Bahá’u’lláh mengajarkan bahwa kebenaran itu adalah tunggal. Melalui penyelidikan kebenaran secara mandiri, manusia dapat terselamatkan dari kegelapan ikut-ikutan dan akan mencapai pada kebenaran. Jika orang-orang di dunia mencari kebenaran untuk mereka sendiri, mereka semua akan mencapai kesimpulan yang sama dan bersatu. Hanya bila keyakinan itu ia dapat melalui cara ini, ia dapat menikmati kemajuan jasmani dan rohaninya di dunia ini.
“…Ketahuilah bahwa Tuhan telah menciptakan dalam diri manusia kekuatan pikiran agar dia mampu menyelidiki realita… Dia telah memberikan pikiran dan akal dengan mana ia menyelidiki dan menemukan kebenaran; dan apa yang dia temui sebagai benar dan nyata haruslah dia terima. Dia tidak boleh menjadi imitator dan pengikut buta dari siapapun. Dia tidak boleh hanya bergantung pada pendapat dari siapapun tanpa penyelidikan; ….” – `Abdu’l-Bahá
Pendidikan Diwajibkan bagi Setiap Manusia
Bahá’u’lláh memberi kewajiban kepada orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, baik perempuan maupun laki-laki. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kewajiban ini karena keadaan ekonominya, masyarakat harus membantu mereka.
“Barangsiapa yang mendidik anaknya atau anak orang, seakan-akan ia telah mendidik salah seorang anak-Ku” —Bahá’u’lláh
Kesenian dan kesastraan, ketarampilan dan ilmu pengetahuan meninggikan dunia wujud, dan menyebabkan keluhurannya. Pengetahuan merupakan sayap-sayap bagi kehidupan manusia dan sebuah tangga bagi kenaikannya. Diwajibkan bagi setiap orang untuk memperolehnya, …tetapi yang harus diperoleh adalah pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang dapat menguntungkan orang-orang di dunia. Di samping pelajaran keterampilan, keahlian, seni dan ilmu pengetahuan, yang paling penting adalah pendidikan akhlak dan moral anak-anak. Tanpa pendidikan seseorang tidak mungkin dapat mencapai potensinya atau memberikan kontribusi postif bagi masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan universal dan wajib bagi semua.
“Kami menetapkan bagi semua manusia, apa yang akan memuliakan Firman Tuhan di tengah hamba-hamba-Nya, dan juga akan memajukan dunia wujud dan meluhurkan jiwa-jiwa. Sarana terbaik untuk mencapai tujuan itu adalah pendidikan anak-anak. Semua orang harus berpegang teguh pada hal itu.” — Bahá’u’lláh
Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki
Baha’u’llah menyerukan harus tersedianya kesempatan yang sama bagi perkembangan laki-laki dan perempuan, terutama kesempatan dalam memperoleh pendidikan. Tuhan tidak membedakan martabat manusia pada jenis kelamin, melainkan pada kesucian dan kecemerlangan hatinya. Keterbelakang kaum perempuan saat ini tidaklah disebabkan oleh sifat alaminya, tetapi oleh pendidikan. Bila perempuan mendapat kesempatan untuk dididik yang sama dengan laki-laki, maka hasilnya akan menunjukan kedua golongan ini mempunyai kesanggupan yang sama untuk maju dalam segala bidang.
“Umat manusia bagaikan seekor burung dengan kedua sayapnya: laki-laki dan perempuan. Burung itu tidak dapat terbang ke langit kecuali kedua sayapnya kuat dan digerakan oleh kekuatan yang sama.” – Abdu’l’Baha
Laki-laki dan perempuan adalah bagaikan dua belah saya dari burung kemanusiaan. Perkembangan seluruh kemampuan dan potensi masyarakat hanya dapat diwujudkan bila kedua sayapnya itu sama kuat. Kaum perempuan mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki di dunia, kaum perempuan merupakan unsur yang sangat penting. Selama kaum perempuan terhalang dari pencapaian potensi tertingginya, selama itu pula kaum laki-laki pun tidak akan bisa mencapai kebesaran yang seharusnya dapat menjadi miliknya.
Musyawarah dalam segala hal
“Langit kebijaksanaan diterangi oleh dua bintang, musyawarah dan belas kasihan. Bersmuaywarahlah bersama-sama dalam segala hal, karena musyawarah adalah lampu bimbingan yang menunjukan jalan, dan memberi pengertian.” —Bahá’u’lláh
Baha’u’llah menyerukan agar bersandar pada musyawarah sebagai sarana untuk membuat keputusan dalam segala aspek kehidupan, baik dalam masalah-masalah pribadi maupun persoalan umum. Baha’u’llah dalam banyak tulisan-Nya mengembangkan prinsip-prinsip musyawarah, yang dilukiskan sebagai sarana untuk menemukan kebenaran dalam segala persoalan. Musyawarah mendorong pencarian kemungkinan-kemungkinan baru, membangung kesatuan dan kemufakatan, serta menjamin kesuksesan pelaksanaan keputusan.
Musyawarah menghasilkan kesadaran yang lebih dalam dan mengubah dugaan menjadi keyakinan. Musyawarah adalah laksana sebuah cahaya cemerlang, yang membimbing dan menunjukkan jalan di dalam dunia yang gelap. Dalam setiap hal, selalu dan selamanya memiliki suatu tingkat kesempurnaan dan kedewasaan. Tingkat kedewasaan dari berkah pengertian akan diwujudkan melalui musyawarah.” —Bahá’u’lláh
Sifat Dasar Manusia dan Keluhurannya
Baha’u’llah mengajarkan bahwa semua manusia diciptakan mulia dan dilengkapi dengan potensi-potensi rohani yang diperlukan untuk hidup dalam keluhuran dan kemuliaan jati dirinya. Selaras dengan hal tersebut, Tuhan telah menciptakan umat manusia berdasarkan gambaran-Nya dan memberi masing-masing satu roh, sifat-sifat dan ciri-ciri seperti belas kasih, keadilan, pengampunan. Setiap manusia memiliki kapasitas untuk dapat mencerminkan sifat-sifat yang datang dari Tuhan tersebut.
Tuhan tidaklah menciptakan ketidak sempuranaan dalam diri manusia. Sifat-sifat yang merugikan adalah indikasi dari tidak muncul dan berkembangnya potensi-potensi rohani itu. Dengan memahami bahwa roh diciptakan dalam gambaran Tuhan, sebagai mahluk yang mulia, yang paling penting adalah untuk tidak memfokuskan diri pada ketidaksempuranaan yang dimiliki oleh seseorang.
“Wahai Putra Roh!
Aku telah menciptakan engkau mulia, namun engkau telah merendahkan dirimu sendiri. Maka naiklah pada tingkat yang untuk mana engkau diciptakan.” —Bahá’u’lláh
Setiap manusia akan dapat menggapai seluruh potensi-potensi Ilahiah yang dimilikinya melalui proses pendidikan rohani yang sistematis, tanpa prasangka, serta berbasis pada proses pencarian kebenaran secara mandiri.
“Semua manusia diciptakan untuk memajukan peradaban yang terus berkembang. Kebajikan-kebajikan yang sesuai dengan harkat manusia ialah kesabarab, belas kasihan, kemurahan hati, dan cinta kasih terhadap semua kaum dan umat di bumi.” —Bahá’u’lláh
Keselarasan antara agama dan dan ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan dan agama harus saling menunjang untuk mencapai kemajuan sejati umat manusia. Ilmu pengetahuan menyediakan alat-alat bagi kita, dan agama mengajarkan bagaimana kita menggunakannya. Sebuah kapak atau sabit adalah sebuah alat yang berguna jika menggunakannya dengan baik. Tetapi jika seseorang menggunakannya untuk merugikan orang lain, kapak atau sabit tersebut menjadi senjata yang berbahaya. Ilmu pengetahuan tanpa bimbingan agama akan kehilangan tujuan moral dalam penggunaannya dan dapat membawa kehancuran, sedangkan agama tanpa ilmu pengetahuan akan menjadi takhayul dan kefanatikan.
Baha’u’llah mengajarkan bahwa agama yang sejati tidaklah bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang sejati. Ia mengatakan bahwa hati dan pikiran kita dapat menerima kebenaran yang sama. Agama dan ilmu pengetahuan merupakan ukuran bagi pengertian umat manusia.
“Agama dan ilmu pengetahuan merupakan dua sayap yang dengan dua sayap itu akal manusia dapat membumbung tinggi, dan dengan dua sayap itu manusia dapat maju” – `Abdu’l-Bahá
Ketaatan Kepada Pemerintah
Bahá’u’lláh mengajarkan untuk tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang dapat merugikan dan membahayakan masyarakat, serta di negara manapun komunitas Bahá’í menetap, mereka harus bersikap setia, lurus dan jujur kepada pemerintah negara itu. Kesetian pada pemerintah adalah bagian dari karakter yang harus dibangun. Perbuatan khianat apapun adalah dosa. Umat Bahá’í percaya, bahwa patriotisme yang sehat dan benar, yang berbasis pada prinsip kesatuan umat manusia, yang menghormati dan mencerminkan keanekaragaman nilai-nilai budaya, akan mengakibatkan persatuan dalam masyarakat dan bangsa.
“Berhati-hatilah wahai orang-orang, janganlah engkau berlaku khianat terhadap siapa pun. Jadilah engkau orang yang dipercayai Tuhan di antara mahluk-mahluk-Nya,dan lambang kemurahan hati-Nya di tengah-tengah umat-Nya.” —Bahá’u’lláh
Bahá’u’lláh mengajurkan agar patuh dan berteman baik dengan pemerintahan setempat. Kesetiaan pada hukum-hukum dan prinsip-prinsip pemerintah diperlukan agar suatu tata tertib sosial dan kondisi ekonomi yang lebih baik dapat didirikan.